
Sudah 4 Minggu atau 26 harikita berpuasa dan berpantang. Perjamuan tubuh dan darahNya telah memberi kita kekuatan rohani agar senantiasa hidup bebas, tanpa tekanan dan paksaan. Putera Allah atau yang selalu kita sapa dengan Anak Domba Allah telah menghapus dosa-dosa kita. Kita hendaknya menimba kekuatan dengan sering mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi secara penuh dan bebas. Oleh sebab itu, dalam nada penuh syukur kita seharusnya menjelajah gurun dan sahara kehidupan kita di masa Prapaskah ini. Dia adalah juru damai kita, sumber nilai dan kekuatan di padang gurun hidup kita. Padahal, Yesus sendiri yang telah memanggil, memilih dan membebaskan kita dari segala bentuk penindasan dan keterpasungan oleh dosa dan kelemahan2 kita. Oleh karena itu, bila hidup keagamaan kita didasarkan pada prestasi danperjuangan pribadi kita, maka hanya akan membuahkan keputus-asaan, rasa terpaksa dan kekangan. Selanjutnya Santu Paulus, dalam 2Kor.5,19 menambahkan satu hal baru bahwa “Allah telah mendamaikan dunia dan kita semua dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran kita”. Karena kini mereka telah makan makanan dari hasil usaha sendiri, yang dipanen dari kebun-kebun di Kanaan, Tanah Terjanji, tanah mereka sendiri. Mereka tak butuh lagi makanan darurat bernama manna dari sorga.

Mesir telah jauh dan telah ditinggalkan bersama dengan semua kesusahan, cacat cela, derita dan penindasan bersama semua keganasan padang pasir selama Exodus. Umat Israel telah tiba di Tanah Terjanji. Kehidupandanpraktek keagamaan kita seharusnya bertumbuh dan berkembang diatas basis yang lebih baik dan lebih mulia daripada pola hidup umat Israel pra-Exodus.Bacaan dari Yosua (Yos.5, 9-12) menegaskan bahwa motivasi keagamaan umat Israel pasca-Exodus bukannya ketakutan, tapi rasa syukur. Mengapa? Karena oleh Kristus kita telah hidup dalam kebebasan sebagai anak-anak Allah.

Seharusnya, tidak demikian dengan kita umat beriman masakini. Pada zaman dahulu, kehidupan keagamaan umat Israel pun banyak tumbuh dan berkembang diatas ketakutan akan Allah (Yahweh), keterikatan pada hukum Taurat, ancaman dan siksaan. Namun, perasaan seperti itu masih lebih baik dari kehidupan keagamaan yang dimotivasi oleh ketakutan akansiksa di neraka. Ketaatan mereka itu akhirnya tak jadi lebih baik dari ketaatan seorang anak ataupun bawahan.

Mungkin juga ada segelintir orang terpanggil yang hidup di biara dengan perasaan tertekan dan kurang bebas karena: terlampau diatur oleh konstitusi, aturan harian, kebiasaan atau tradisi Serikat dan oleh tuntutanberlebihan dari Kongregasi dan pimpinan mereka.

Sedangkan sepertiga dari penduduk dunia yang sisa hidup dalam anekapenderitaan dan tekanan seperti penjajahan, pemerintah yang otoriter, aturan kerja perusahaan yg melampaui batas-batas kemanusiaan. Banyak pengungsi yang bertahan tanpa makanan secukupnya. Ada sepertiga penduduk dunia yang pergi tidur dalam keadaan lapar, tanpa makan malam. Selebihnya hidup dalam kesusahan dan keputusasaan. Dewasa ini, katanya hanya sepertiga dari penduduk dunia yang hidup bahagia dalam hasl sosial, ekonomi dan spiritual.
